>>>

4 Marga Batak Simalungun Dan Dominasi Rumpun Parna

BUDI DARMA SARAGIH Sigapnews.com | Budaya - Marga Simalungun merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai di belakang nama depan masyarakat Simalungun yang berasal dari daerah Kabupaten Simalungun. Ada 4 marga asli dari Simalungun: Damanik, Purba, Saragih dan Sinaga. 

Keempat marga tersebut berasal dari marga raja-raja di Simalungun yang bermufakat untuk tidak saling menyerang. Beberapa marga maupun suku-suku lainnya termasuk halak Java (orang Jawa,red), India, Mongolia atau seluruh suku-suku perantau dari luar Simalungun kemudian menganggap dirinya sebagai bagian dari 4 marga tersebut, ketika mereka menetap di Simalungun, terlebih bila suku pendatang ini hendak menjadikan suami atau istri suku Simalungun, maka suku pendatang tersebut di haruskan untuk mencari orang tua angkat, dan kemudian suku pendatang tersebut harus mengikuti marga orang tua angkatnya yang dilakukan secara adat istiadat dihadapan tetuah adat dan keluarga besar dari marga tersebut.

Dengan demikian suku pendatang yang sudah menjadi suku Simalungun itu akan terikat dengan aturan adat istiadat sesuai aturan marga yang dipilihnya.

Begitupula dengan suku di luar Simalungun yang diberi gelar penghargaan untuk di daulat menjadi salah satu marga suku Simalungun atau dibuat marga baru. Biasanya orang-orang yang mendapat anugrah gelar adat dari salah satu marga suku Simalungun ini adalah orang-orang yang dianggap pilihan oleh para tetuah adat dan 4 rumpun suku Simalungun (tokoh yang danggap pantas). Dan tidak lah heran bila secara fisik wajah suku simalungun banyak yang bermuka petak seperti orang korea, ada yang bermata sipit seperti china, berhidung mancung dan tangan serta dada berbulu seperti orang India, berambut warna jagung seperti orang Belanda dengan beragam-ragam rupa.

Sebagai suku yang menganut Paterilinear, marga pada suku Simalungun diturunkan melalui garis Ayah, oleh karena itu orang yang memiliki marga yang sama dianggap sebagai kakak-adik sehingga tidak diperbolehkan untuk saling menikah.

Sejarah asal usul dari marga-marga yang ada di dalam suku Simalungun sangatlah minim, namun beberapa sumber tertulis menyatakan bahwa ada 4 marga asli dalam Suku Simalungun yang biasa diberi akronim SISADAPUR. 

Beberapa sumber juga menyatakan bahwa 4 marga tersebut berasal dari �HARUNGGUAN BOLON� (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (dalam bahasa Simalungun yaitu: (MARSIURUPAN BANI HASUNSAHAN NA LEGAN, RUP MANGIMBANG MUNSSUH).


SEJARAH SINGKAT ASAL USUL BANGSA SIMALUNGUN

Simalungun adalah salah satu suku asli yang mendiami Sumatera Utara (sumut), tepatnya di timur Danau Toba(Kab. Simalungun). Orang Karo menyebut mereka dengan sebutan Timur, karena letak mereka yang disebelah timur Taneh Karo. Di dalam bahasa Karo, �Simelungen� sendiri bermakna �si sepi, si sunyi, yang dimana terdiri dari dua suku kata, yakni �si = si, yang; dan [me-]lungun = sepi, sunyi�, jadi simalungen mengandung artian: �wilayah(daerah) yang sepi�. Hal ini dikarenakan dulunya daerah Simalungun ini masyarakatnya hidup berjauhan(tidak berkumpul), sehingga tampak sepi.

Sedangkan, orang Batak menyebutnya dengan �Si Balungu�, ini berkaitan dengan legenda Begu Ganjang (hantu, red) yang banyak menimbulkan wabah penyakit di wilayah itu. Tidak lah heran bila Simalungun adalah wilayah yang sangat kental dengan aroma mistis atau perdukunan. Jangan sekali-kali mengambil barang atau hasil pertanian milik suku Simalungun tanpa permisi atau meninggalkan uang seharga nilai barang yang diambil dari lokasi tersebut. Misalnya bila seseorang mengambil buah Nanas tanpa izin pemiliknya, maka seseorang tersebut akan kena busung atau ekstrimenya, buah Nanas tersebut akan berada dalam perut seseorang tersebut sampai ia minta maaf dan di maafkan oleh pemilknya. Dan bila belum mendapatkan maaf, maka buah Nanas tersebut akan tetap bersemayam dalam perut pelakunya. Makanya tidaklah heran bila suku Simalungun yang di sebut Sisadapur ini sangat di segani oleh suku lainnya, termasuk orang-orang Belanda sebagai penjajah yang memasuki tanah simalungun, karena waktu itu suku Simalungun dianggap suku pemberontak oleh penjaja Belanda.

Selain itu, dalam tradisi asal-usulnya, suku bangsa Simalungun diyakini berasal dari wilayah di India Selatan dan India Timur yang masuk ke nusantara sekitar abad ke-5 Masehi serta menetap di timur Danau Toba(Kab. Simalungun sekarang), dan melahirkan marga Damanik yang merupakan marga asli Simalungun(cikal bakal Simalungun Tua). Selanjutnya dikemudian hari datang marga-marga dari sekitar Simalungun seperti: Saragih, Sinaga, dan Purba yang menyatu dengan Damanik menjadi empat marga besar di Simalungun(Sisadapur,red).

Secara ringkas, sejarah asal-usul suku bangsa Simalungun ini dapat dibagi menjadi dua gelombang, yakni:

Gelombang Pertama(Simalungun Proto)

Simalungun Proto( Simalungun Tua) diperkirakan datang dari Nagore di India Selatan dan Assam dari India Timur, yang dimana diyakini mereka bermigrasi dari India ke Myanmar selanjutnya ke Siam(Thailand) dan ke Malaka hingga akhirnya ke Sumatera Timur mendirikan kerajaan Nagur(kerajaan Simalungun kuno) dinasti Damanik(marga asli Simalungun). Dalam kisah perjalanan panjang mengemban misi penaklukan wilayah-wilayah sekitarnya, dikatakan mereka dipimpin oleh empat raja besar dari Siam dan India yang bergerak dari Sumatera Timur menuju  Langkat dan Aceh, namun pada akhirnya mereka terdesak oleh suku asli setempat(Aru/Haru/Karo) hingga ke daerah pinggiran Danau Toba dan Samosir.

Gelombang Kedua(Simalungun Deutero)

Pada gelombang kedua ini, atau dengan masuknya marga Saragih, Sinaga , dan Purba, dikatakan Simalungun asli mengalami invasi dari suku sekitar yang memiliki pertalian dengan Simalungun Tua. Jika ditelisik dari tiga marga yang masuk itu, maka berdasarkan aspek ruang dan waktu dapat kita indikasikan mereka datang dari Utara Danau Toba( Karo: Tarigan Purba dan Ginting Seragih yang kemudian juga menjadi Saragih Munthe) dan dari Barat Danau Toba(Pakpak/Dairi: Sinaga). Hal ini juga sangat berkaitan jika kita meninjau apa yang ada di tradisi merga di utara Danau Toba seperti Ginting (Pustaka Ginting: terkhususnya Ginting Munthe yang mendapat konfirmasi dari marga Saragih, Saragih Munthe di Simalungun dan Dalimunte di Labuhan Batu)  dan Tarigan (Legenda Danau Toba dan Si Raja Umang Tarigan) yang dimana dalam tradisi dua merga ini menceritakan adanya migrasi dari cabang(sub-)merga mereka ke wilayah Timur(Simalungun) dan sekitar Danau Toba.

Dalam Pustaha Parpandanan Na Bolag (kitab Simalungun kuno) dikisahkan Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau. Namun, kini populasi Simalungun sudah mengalami kemunduran akibat beralih identitas menjadi Melayu(masuk Islam sama halnya dengan Karo) dan terdesak akibat derasnya arus migrasi suku-suku disekitar Simalungun(khususnya Toba dan Karo) yang membuat suku bangsa Simalungun itu kini hanya menjadi mayoritas di wilayah Simalungun atas saja.

ADAPUN KE EMPAT RAJA SUKU SIMALUNGUN ITU ADALAH:

RAJA NAGUR BERMARGA DAMANIK

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).

Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:

Marah Silau (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar)

Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola)

Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)

Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.


RAJA BANUA SOBOU BERMARGA SARAGIH

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

Keturunannya adalah:

Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya.

Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.

Saragih Garingging kemudian pecah menjadi 2, yaitu:

o Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei

o Dajawak, merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada 2 keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yang disebut PARNA sebagai rumpun marga Batak terbanyak. 

Kurang lebih ada sekitar 84 rumpun Marga PARNA (Pomparan ni Raja Nai Ambaton).

Bagi masyarakat Bangso Batak dan para anthropolog/etnolog telah banyak mengkaji keberadaan marga-marga keturunan Raja Nai Ambaton yang teguh memegang amanat leluhurnya dalam membangun ikatan persaudaraan pada berbagai wilayah di Indonesia sampai ke luar negeri (desa na ualu). 

Warga Parna dalam berkomunikasi persaudaraan tidak memandang adanya sekat atau batas, wilayah penyebaran sub etnis (puak), agama, sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial politik. Kenyataan, sebegitu tau dirinya bagian dari marga PARNA komunikasi akan terbangun secara spontanitas. 

Ini sudah menjadi kebiasaan dan berlangsung cukup lama, bukan satu abad saja. Telah teruji dalam sejarah perjuangan, zaman revolusi, termasuk dalam menegakkan kemerdekaan RI, demikian dituturkan para orang tua-tua pelaku perjuangan dari berbagai wilayah.

Begitu sakral ikatan kekerabatan (pertuturan) PARNA ini bagi individu yang sudah merasakannya. Banyak perantau mendapat pengayoman dari semarganya, ketika dia berada di daerah baru di seluruh wilayah Indonesia ia mendapatkan orang tua, walau orang tua kandungnya jauh nun di tanah Batak sana. Seorang putra Batak keturunan Raja Nai Ambaton diperantauan cukup menyebut tahu lingkup marga-marganya, itu sebagai modal berkomunikasi, bahwa ia anak, bapak dan kakek, atau cucu, termasuk boru (sepengambilan-berkawan).

Penghayatan kepada amanat leluhur Raja Nai Ambaton: si sada anak, si sada boru, walau ada yang membuat istilah itu, sisada lulu anak, sisada lulu boru, entah apa bedanya, apa artinya secara hakiki. Hal itu bukan sekedar main- main bagi setiap individu keturunan raja Nai Ambaton, baik pada saat acara adat (ulaon) dalam keadaan bahagia, suka cita, (Las ni Roha) maupun pada waktu duka (Lungun ni Roha) tetap mempertahankan tidak boleh saling mengawini sesama marga PARNA. (Na So Jadi marsibuatan anak/boru angka pinompar ni Parna) atau incest atau dilarang saling mengawini putra-putri bagi marga parna). Tanggung jawab keluarga Parna dalam adat istiadat dapat dipikul keluarga marga parna setempat ketika orang tuanya jauh dari perantauan bila melangsungkan pernikahan, misalnya di Papua sekalipun ia berada.


Nama Cabang Marga Bangso Batak Keturunan Raja Nai Ambaton ( PARNA)

Setelah membaca tulisan dari Bpk. PMH. Sidauruk yang berjudul �Inilah ke 64 Marga pada Keluarga Besar PARNA�, di www.sinarpagibaru.com. Namun list marga Parna yang konon ceritanya jumlahnya tidak pasti, karena tidak dibukukan oleh pelaku sejarah ketika itu.

Dari sejak kecil Penulis diberitahu oleh orang tua bahwa ada 62 Marga Parna, akan tetapi setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata lebih banyak dari angka tersebut.

Menurut Rapat Kerja Nasional Parna Se-Indonesia, ada 64 Marga Parna. Akan tetapi menurut hasil penelusuran sejarah dan sumber-sumber lainnya ada 83 Marga Parna, dimana tidak semua marga dibawah ini mengakui sebagai bagian dari Parna. Tercatat di Wilayah: Samosir, Toba, Simalungun, Karo, Tapanuli Selatan, Pakpak/Dairi, Alas, Gayo dan Singkil. Daftar marga PARNA ini tersusun menurut alfabets dan diolah dari berbagai sumber.

  1. Bancin
  2. Banuarea/Banurea
  3. Berampu/Brampu
  4. Barasa/Brasa
  5. Baringin/Bringin
  6. Beruh (Kutacane)
  7. Biru
  8. Boangmanalu
  9. Capah
  10. Dajawak
  11. Dalimunthe
  12. Damunthe
  13. Dasalak
  14. Gajah
  15. Ginting Beras
  16. Ginting Bukit
  17. Ginting Capa
  18. Ginting Garamata
  19. Ginting Ajar Tambun
  20. Ginting Baho
  21. Ginting Guru Patih
  22. Ginting Jadi Bata
  23. Ginting Jawak
  24. Ginting Manik
  25. Ginting Munthe
  26. Ginting Pase
  27. Ginting Sugihen
  28. Ginting Sinisuka
  29. Ginting Tumangger
  30. Garingging
  31. Haro
  32. Hubu
  33. Hobun
  34. Kombih (Singkil)
  35. Maharaja
  36. Manihuruk
  37. Manik Kacupak
  38. Munthe
  39. Nadeak
  40. Nahampun/Anak Ampun
  41. Napitu
  42. Pinayungan/Pinayungen
  43. Pasi
  44. Rumahorbo
  45. Saing
  46. Sampun
  47. Saraan
  48. Saragi/ tanpa (H)
  49. Saragih Dajawak
  50. Saragih Damunthe
  51. Siadari
  52. Siallagan
  53. Siambaton
  54. Sidabalok
  55. Sidabungke
  56. Sidabutar
  57. Sidauruk
  58. Sigalingging
  59. Sijabat
  60. Sikedang (Kutacane)
  61. Simalango
  62. Simanihuruk
  63. Simarmata
  64. Simbolon Altong Nabegu
  65. Simbolon Hapotan
  66. Simbolon Juara Bulan
  67. Simbolon Pande Sahata
  68. Simbolon Panihai
  69. Simbolon Suhut Nihuta
  70. Simbolon Tuan
  71. Simbolon Sirimbang
  72. Sitanggang Bau
  73. Sitanggang Gusar
  74. Sitanggang Lipan
  75. Sitanggang Silo
  76. Sitanggang Upar Parangin Nawalu
  77. Sitio
  78. Sumbayak
  79. Tamba
  80. Tendang
  81. Tinambunan/Tinambunen
  82. Tumanggor/Tumangger
  83. Turnip
  84. Turutan/Turuten.

Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.


RAJA BANUA PURBA BERMARGA PURBA

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.

Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.


RAJA SANIANG NAGA BERMARGA SINAGA

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebar Gempa dan Tanah Longsor.

Keturunannya adalah, marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.

Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.

Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa (Tanah Jawa, red) dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon). sumber Tideman, 1922.

Beberapa Sumber mengatakan bahwa Sinaga keturunan raja Tanoh Djawa berasal dari India, Mongolia salah satunya adalah menrurut Tuan Gindo Sinaga keturunan dari Tuan Djorlang Hatara.

Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah Nagaland (Tanah Naga) di India Timur yang berbatasan dengan Myanmar yang memang memiliki banyak persamaan dengan adat kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya.


Marga-Marga Perbauran

Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru. Sebagian besar dari marga-marga ini merupakan marga yang telah ada di daerah/suku lain. Marga-marga tersebut yaitu:


SARAGIH: kurang lebih ada sekitar 84 rumpun PARNA sebagai mana telah di sebutkan di atas.


PURBA:

� Manorsa

� Simamora

� Sigulang Batu

� Parhorbo

� Pantomhobon

� Sigumonrong

� Pak-pak

� manalu

� siboro


DAMANIK:

� Malau

� Limbong

� Sagala

� Gurning

� manalu

� Manikraja

� Tambak


SINAGA:

� Sipayung

� Sihaloho

� Sinurat

� Sitopu

Sebagian marga di atas dikategorikan ke dalam salah satu marga Simalungun karena hubungan persaudaraan, perjanjian atau kerjasama antara kedua marga. Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar, Sirait, Parhusip dan Tambunan.


Marga Mengikuti Raja

Zaman raja-raja Simalungun, orang yang tidak jelas garis keturunannya dari raja-raja disebut �jolma tuhe-tuhe� atau �silawar� (pendatang). Fenomena sosial ini diakibatkan adanya hukum marga yang keras di Simalungun menyatukan dirinya dengan marga raja-raja agar mendapat hak hidup di Simalungun.

Dengan demikian, sehingga makin bertambah banyak marga di Simalungun. Tetapi meski demikian, sejak dahulu hanya ada empat marga pokok di Simalungun, yakni Sisadapur : Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba.

Setelah raja-raja dikuasai Belanda sejak ditandatanganinya Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) tahun 1907 dan dihapuskannya kerajaan/feodalisme dalam aksi Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 sampai April 1947, peraturan tentang marga itu menghilang dengan sendirinya di Simalungun. Masing-masing marga kembali lagi ke marga aslinya dan ke sukunya semula.


Penambahan Marga

Pada tahun 1930, Pdt. J. Wismar Saragih pernah menuliskan surat permohonan pada kumpulan Raja-Raja Simalungun yang berkumpul di Pematang Siantar yang meminta agar Raja-Raja tersebut menetapkan marga-marga baru sebagai tambahan kepada marga resmi Simalungun dengan maksud agar semakin banyak marga Simalungun seperti pada suku lain. 

Walaupun ide tersebut diterima oleh Raja-Raja tersebut, namun permohonan J. Wismar Saragih belum disetujui karena belum tepat waktunya.

Karena alasan tersebut di atas, sebagian orang berpandangan bahwa masih ada kemungkinan bertambahnya marga-marga di Simalungun. Hal ini senada dengan apa yang pernah dituliskan dan disebutkan oleh para sumber di beberapa buku dan media mengenai asal usul beberapa Marga. Semisal Marga Saragih Garingging, yang disebut beberapa sumber berasal dari keturunan Pinangsori, dari Ajinembah (sebuah daerah di Kabupaten Karo) dan bermigrasi ke Raya sehingga bertemu dengan Raja Nagur dan dijadikan marga Saragih Garingging.

Begitupun marga Purba Tambak, disebutkan berasal dari penduduk daerah Pagaruyung yang bermigrasi ke daerah Natal, kemudian ke Singkel, hingga tiba di daerah Tambak, Simalungun. Keturunannya kemudian menikah dengan keturunan Raja Nagur dan mereka dijadikan sebagai bagian dari Purba, yaitu Purba Tambak.

Marga Damanik juga disebut sebagai pendatang yang menikah dengan keturunan Tuan Silampuyang yang bermarga Saragih dan kemudian diberi gelar marga.


Adat

Sebagai suku yang bersifat Paterilinear, Suku Simalungun menurunkan marganya melalui garis keturunan Pria, dengan demikian marga seorang ayah akan diteruskan ke putera dan puterinya. Oleh karena itu 2 orang yang memiliki marga yang sama akan saling menganggap diri mereka sebagai saudara seketurunan, sehingga dipantangkan (tidak diperbolehkan) untuk saling menikah.

Bagi Wanita, marga disebutkan sesudah kata boru (biasa disingkat br.), sehingga misalnya jika ada seorang wanita bernama Fatimah yang lahir dari ayah bermarga Saragih, maka akan dipanggil sebagai Fatimah boru Saragih. 

Saat seorang wanita Simalungun menikah dengan lelaki dari marga lain, biasanya ia akan menggunakan marga suaminya tersebut pada namanya. Sehingga jika Fatimah boru Saragih menikah dengan marga Purba, maka ia akan dipanggil sebagai Fatimah Purba boru Saragih.

Selain itu yang banyak menjadi pertanyaan dalam rumpun PARNA adalah: Kenapa ada halak TURNIP memakai marga SARAGIH atau SARAGI tanpa (H)??? Itu semua tergantung pribadi halaknya.

TURNIP itu sendiri apakah dia ingin memakai marga SARAGIH, SARAGI atau TURNIP saja. Biasanya TURNIP yang memakai marga SARAGIH pada umumnya berasal dari Batak Simalungun.

Sedangkan TURNIP yang memakai marga SARAGI tanpa (H) pada umumnya berasal dari Batak Toba. Ada juga TURNIP yang mengaku batak Simalungun tetapi tidak memakai marga SARAGIH (memakai TURNIP saja).

Kemudian mengapa ada marga TURNIP di Simalungun dan mengapa mereka memakai marga SARAGIH?? Perlu diketahui pada jaman dahulu banyak halak TURNIP eksodus dari Samosir (Simanindo) ke daerah Simalungun karena sesuatu hal. 

Perlu diketahui juga penyebaran marga TURNIP ke luar Samosir lebih banyak ke daerah Simalungun dibandingkan dengan daerah Tobasa atau Tapanuli Utara. Hal ini dikarenakan jika ditinjau secara geografis daerah Simanindo lebih dekat dengan daerah simalungun. Karena mereka sudah lama menetap di Simalungun maka budaya Toba yang mereka bawa dari Samosir mengalami transformasi menjadi budaya Simalungun. 

Pada awalnya budaya Toba masih melekat pada diri mereka, tetapi dikarenakan pengaruh lingkungan dan penyesuaian diri maka secara berangsur-angsur mereka menjadi batak Simalungun.

Mengapa mereka memakai marga SARAGIH??? Menurut cerita orang tua, bahwa marga SARAGIH merupakan hasil diaspora dari keturunan SARAGI TUA anak dari RAJA NAIAMBATON. Sementara telah diketahui bersama marga TURNIP merupakan keturunan dari TAMBA TUA.

Mengapa hal ini bisa terjadi??? Konon khabarnya, entah karena pengaruh penjajahan atau karena pengaruh feodalisme, maka marga-marga yang ada di Simalungun dikelompokkan dalam empat marga, yang dikenal dengan akronim SISADAPUR, singkatan dari SINAGA, SARAGIH, DAMANIK dan PURBA, (sebagaimana yang sudah d sebutkan diatas). Seluruh marga mengelompok kedalam empat marga tersebut, makanya banyaklah terjadi hal-hal yang lucu, seperti SIHALOHO dan SIPAYUNG masuk menjadi SINAGA, suatu hal yang tidak mungkin terjadi di Toba, karena SIHALOHO dan SIPAYUNG adalah SILALAHI, sementara SINAGA ya SINAGA. 

Marga-marga SIMARMATA, TURNIP, MANIHURUK, SIDAURUK, SITANGGANG dan sebagainya (dsb), adalah marga-marga Toba yang datang merantau ke Simalungun, karena sesuatu hal.

Kenapa SIMARMATA, TURNIP, MANIHURUK, SIDAURUK, SITANGGANG dsb memilih mejadi SARAGIH??? Karena keyakinan mereka bahwa SARAGIH adalah saudaranya atau dongan tubu nya yaitu SARAGI. Jadi dia tidak memilih menjadi SINAGA, DAMANIK dan PURBA, karena ketiga marga tersebut bisa menjadi kelompok isteri, tapi bisa juga menjadi kelompok boru.

Sebenarnya tidak hanya TURNIP saja yang memakai marga SARAGIH, ada juga marga-marga PARNA yang lain memakai marga SARAGIH. Ada beberapa marga PARNA yang menjadi sub-marga SARAGIH.*(Penulis Budi Darma Saragih Kabiro Riau SigapNews.com. dikutip dari berbagai sumber. Bagi generasi muda penggali sejarah suku Simalungun, mohon untuk disempurnakan. Bila terdapat kekurangan, kesalahan atau kekeliruan, mohon untuk dimaafkan).

G+

About iyes87

Kirimkan Informasi Terbaru Anda Ke Redaksi Kami
    Blogger
    Facebook

0 comments:

BERITA TERBARU

INFO DIREKSI
  • CONTACT US

    PT Cakra Riau Indonesia

    Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D

    Kedoya - Kebon Jeruk

  • ADVERTISE WITH US

    Tel : 021 - 58300077 ext 11022

    Fax : 021 - 5814825

    sales.online[at]cakrariau.com

  • SOCIAL MEDIA

    Twitter

    Facebook

    g+